Kabar Duka Dari Abua Zaini untuk Guru Kontrak di Aceh


Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Itulah umpama yang pantas untuk menggambarkan sosok Zaini Abdullah, Gubernur Aceh yang dulunya sempat dipercaya mampu menjadi ayah bagi seluruh rakyat Aceh.

Abua Zaini yang sudah berusia uzur namun masih sempat mencoba “mengumandangkan azan” pada Pilkada 2017 lalu, telah membuat luka baru bagi Aceh. Ia tidak saja gagal mensejahterakan rakyatnya, tapi lebih dari itu, keputusan yang diambilnya secara sepihak kerap tidak mempertimbangkan nasib orang lain.

Kali ini yang menjadi korban adalah 4896 guru kontrak di tingkat TK, SD dan SMP tidak lagi dikontrak oleh Pemerintah Aceh. Ini seperti petir di siang bolong. Sebelumnya mereka sudah lima bulan belum menerima gaji, tiba-tiba diputus kontrak pula oleh Propinsi. “Ini khianat,” teriak seorang guru.

Dunia pendidikan di Aceh pun dilanda prahara. Sejumlah kepala dinas di tingkat kabupaten kalang kabut. Secara sepihak, melalui surat Gubernur Aceh Nomor 424/3267 tertanggal 16 Maret 2017 dengan dalih “perubahan kewenangan” dan untuk melanjutkan kontrak mereka diserahkan pada kebijakan Pemkab/Pemko masing masing.

“Ini sialan betul, kenapa baru sekarang dikembalikan? Kenapa tidak sebelum APBK 2017 disahkan? Kami mau ambil uang dari mana untuk menggaji mereka, konon
lagi sudah lima bulan mereka tak digaji,” protes seorang pejabat teras dinas pendidikan di salah satu kabupaten.

“Pak Gubernur seperti orang bodoh. Kenapa keputusan krusial itu dibuat setelah APBK disahkan? Apa ia tidak mempertimbangkan nasib orang lain yang diputus kontrak pengabdiannya, justru di saat yang tidak tepat,” gugat seorang guru.

“Secara hukum bisa jadi apa yang dilakukan sudah tepat. Tapi dilihat dari sisi waktu, sangat tidak tepat. Ini tidak sekedar bicara pelimpahan wewenang, tapi juga aspek kemanusiaan juga harus dipertimbangkan. Aspek ketepatan waktu dan nilai kemanusiaan ini saya kira tidak menjadi pertimbangan Pak Gubernur Aceh,” ujar guru lainnya.

Dalam suratnya itu Zaini Abdullah menyebutkan, untuk menindaklanjuti pelimpahan kewenangan sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, untuk bidang pendidikan dapat disampaikan bahwa honorarium guru kontrak SMA/SMK dan pendidikan khusus non PNS sebanyak 11392 orang telah ditampung dan dibayarkan melalui anggaran Pemerintah Aceh Tahun 2017.

Sementara itu guru kontrak di tingkat TK, SD dan SMP sebanyak 4896 orang yang selama ini honorariumnya ditanggung oleh Pemerintah Aceh, mulai tahun anggaran 2017 tidak lagi dapat dibayarkan akibat pelimpahan wewenang tersebut.

Pada bagian akhir surat tersebut, Gubernur Aceh meminta agar para bupati di Aceh untuk mengambil alih pembayaran honorarium tersebut. Inilah awal punca kebingungan di seluruh Aceh. APBK 2017 sudah disahkan jauh hari dan honorarium itu tidak pernah dianggarkan.

“Pah ateuh bareh pah,” celetuk seorang guru kontrak. “Jangan tulis nama saya, nanti dibuang ke sekolah yang tidak terjangkau listrik,” imbuhnya.

 

Sumber : http://www.acehtrend.co

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *