MUDA BALIA : REINKARNASI ADNAN PMTOH


Serambi Indonesia / 27 December 2009

MUNGKIN satu fenomena langka, ketika seseorang mampu bertahan tujuh hari tujuh malam, hanya untuk memainkan teater tutur yang kondang dengan sebutan PMTOH. Fenomena yang kerap dilakoni Tgk Adnan PMTOH sepanjang karirnya di dunia teater tutur yang dilahirkannya itu, kini menjelma dan dilakoni pula oleh Muda Balia. Putra kelahiran Seunebok Alue Buloh, Kecamatan Bakongan, Aceh Selatan, 29 silam lalu itu, tak begitu asing di kalangan seniman Aceh. Bahkan, perilaku sosok pelantun hikayat Peeh Bantai (memukul/menepuk bantal-red) itu yang nyaris menyerupai lakon-lakon yang dimainkan Tgk Adnan PMTOH, mengingatkan orang akan sosok sang legenda yang meninggal pada 2006 lalu itu.

Muda Balia yang Sabtu (26/12) kemarin, tampil memeriahkan peringatan Lima Tahun Tsunami di arena Kapal Apung, Punge Blang Cut, Banda Aceh, merencanakan untuk mencatat rekornya di Museum Rekor Indonesia (Muri). Pasalnya, hikayat Peeh Bantai yang dibawakannya kemarin, baru akan berakhir Minggu (27/12) siang ini. Selama 26 jam Muda Balia akan menghabiskan waktu tampil dengan mengupas soal bencana tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004, lima tahun lalu itu. Di situs peninggalan tsunami Kapal Apung ini, Muda Balia hanya beristirahat selama 5 menit dalam setiap satu jam untuk istirahat. “Jika berhenti dalam waktu tiga jam sekali, berarti 15 menit itulah waktunya untuk makan dan shalat,” kata Teuku Afifuddin, koordinator acara.

Pesan moral
Saat membacakan hikayat Peeh Bantai yang lebih akrab dengan peugah haba atau dangderia itu, ia hanya mengandalkan ketahanan fisik dan daya ingat. Ia mengaku tak mengunakan hal lain saat diminta tampil di suatu acara atau hajatan. “Peugah haba dalam Bahasa Indonesia artinya berbicara. Sementara dangderia, sosok raja yang diceritakan dalam hikayat itu. Dan hikayat tentang dangderia, yang paling sering dibawa dalam setiap penampilan,” katanya seraya menjelaskan bahwa ini semua lebih bersifat pesan moral dan syariah.

Bahkan hikayat cerita lain, spontan bisa lahir dalam ingatannya dalam sekejap tanpa catatan apapun. Cuma pria yang telah 4 tahun menyunting gadis desanya bernama Nursima, itu meminta waktu sejenak, mengamati di sekelilingnya. “Insya Allah, melantunkan suatu kisah hikayat, mampu saya lakukan. Apa pun itu. Semua berpulang permintaan yang menggelar hajatan. Bahkan, tanpa sifat takkabur saya mampu tampil 7 hari 7 malam,” sebut Muda Balia, yang ditemui di Gedung Dewan Kesenian Aceh (DKA).

Namun, miris sebutnya seiring pesatnya zaman dan teknologi, saat ini hikayat Peeh Bantai atau kesenian Aceh lain mulai tenggelam. Bahkan perhatian cukup kurang terhadap kebanggaan peninggalan leluhur. Terbukti setiap hajatan atau lainnya masyarakat lebih memilih hiburan peralatan canggih, seperti musik keyboard dan sebagainya. “Bukan masalah tidak diminta tampil. Tapi, kalau kita diam dan terus lihat kondisi ini, semuanya akan punah. Jadi apa yang patut dibanggakan pada anak cucu kita kelak. Hendaknya semua pihak mencurahkan perhatiannya,” ungkapnya.

Satu tujuan
Putra bungsu pasangan Syafi’i dan Rusna itu menceritakan, dia tidak ada tujuan banyak hijrah ke Banda Aceh pada 1998 silam. Apalagi pendidikannya hanya sebatas SD. Namun, satu tujuan penting baginya yang diamanatkan gurunya Zulkifli asal Manggeng, Abdya (sebelumnya Aceh Selatan-red). “Saya ingin menjelaskan penafsiran tentang hikayat dangderia yang menurut guru saya salah diartikan. Tapi, saat itu saya tidak punya tempat dan dan orang yang memfasilitasi,” sebutnya.

Ayah dua anak itu menjelaskan, aliran hikayat yang dibawakan dibandingkan almarhum Adnan PMTOH, sama. Namun, penyajiannya berbeda. Bahkan gurunya Zulkifli dan guru almarhum sama-sama berguru pada satu orang, yakni Amat Lapee. “Kalau almarhum menggunakan peraga patung helm dan alat lainnya. Kalau saya menggunakan peraga yang digunakan guru Amat Lapee, yakni pedang pelepah kelapa, tikar anyam, bantal, dan seruling,” sebutnya.
Tak ada yang membanggakannya selain tampil dan memperkenalkan kembali kesenian Aceh yang hampir punah itu. Kini sosok sang traubador Tgk Adnan PMTOH seakan lahir kembali dalam diri Muda Balia. Namun, sampai kapan proses reinkarnasi itu berlanjut, tentu waktu dan pergulatan zamanlah yang akan menentukan.

(misran asri)

Sumber : https://aliansisastrawanaceh.wordpress.com/category/tradisional/

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *